Training INTISAB I

Oleh : HIMA PUI JAKSEL

TRAINING INTISAB I SEBAGAI PINTU GERBANG PENGKADERAN

Jakarta – Himpunan Mahasiswa Persatuan Ummat Islam (HIMA PUI) telah melaksanakan TRAINING INTISAB I di Bandung Banjaran Nagrak Jum'at, (20-22/11), Sebanyak kurang lebih 200 Mahasiswa mengikuti training ini. Mereka berasal dari berbagai kampus, seperti UIN Jakarta, UI, UNIAT, UNINDRA, AZ-ZAHRA, SEBI, LIPIA, dan UIN Bandung. Para peserta sangat antusias mengikuti acara training. Acara tersebut di hadiri oleh H. Nazar Haris,MBA (Sekjen PP PUI), Wildan Hakim (Ketua Umum PW PUI Jakarta) serta Pimpinan PUI lainya.
 

Training intisab ini bertujuan menggali, mengembangkan dan memantapkan potensi generasi muslim yang beriman, bertaqwa, profesional. Pengkaderan dilakukan secara sadar dan sistematis serta di uapayakan menghasilkan kader-kader yang mengaktualisasikan segala potensi dirinya secara maksimal dalam organisasi HIMA PUI. Pola pengkaderan dirancang dengan mengkondusipkan kepemilikan kualitas sumber daya manusia yang tinggi intelektual,positif emosional, serta spiritual yang profesional, dan bertanggung jawab atas masyarakat yang diridhoi Allah SWT.
 

Kegiatan training intisab I ini merupakan perpaduan antara pananaman ruhiyah dengan peningkatan kreatifitas serta mental mahasiswa muda muslim. Inilah yang manjadi tujuan dan harapan dari "TRAINING INTISAB I" Himpunan Mahasiswa Persatuan Ummat Islam (HIMA PUI). Semoga Allah SWT senantiasa memudahkan langkah dan gerak kita menuju masa depan yang lebih baik. Read More ..

DEKLARASI HIMA PUI

HIMPUNAN MAHASISWA PERSATUAN UMMAT ISLAM
(HIMA PUI)

Kami mahasiswa Persatuan Ummat Islam (PUI) sebagai bagian dari kader PUI yang akan melanjutkan perwarisan perjuangan ummat dan bangsa.

Maka atas dasar Allah SWT. tujuan kami, Ikhlas dasar pengabdian kami, Ishlah jalan pengabdian kami, dan Cinta lambang pengabdian kami.

Dengan ini kami mendeklarasikan lahirnya Himpunan Mahasiswa Persatuan Ummat Islam (HIMA PUI), selanjutnya HIMA PUI sebagai dari rakyat Indonesia akan terus berperan aktif dalam melakukan perubahan dan perbaikan sebagaimana amanah yang dicita-citakan para perintis kemerdekaan Indonesia.

Jakarta 2004

Read More ..

Sejarah PUI

SEJARAH SINGKAT
PERSATUAN UMMAT ISLAM (PUI)

Persatuan ummat Islam (PUI) lahir pada tahun 1952 sebagai anak zaman dalam mematri persatuan dan kesatuan bangsa, khususnya persatuan dan kesatuan intern ummat Islam. Dikatakan sebagai anak zaman karena pada waktu lahirnya, yaitu pada tanggal 5 April 1952 bertepatan dengan 9 Rajab 1371 H di Bogor situasi dan kondisi keorganisasian sosial masyarakat di Indonesia saat itu cenderung berpecah-belah.

Dikatakan sebagai anak zaman karena pada waktu lahirnya, yaitu pada tanggal 5 April 1952 bertepatan dengan 9 Rajab 1371 H di Bogor situasi dan kondisi keorganisasian sosial masyarakat di Indonesia saat itu cenderung berpecah-belah. Tetapi PUI lahir justru sebagai hasil fusi antara dua organisasi besar, yaitu antara Perikatan Ummat Islam (PUI), yang berpusat di Majalengka, dengan Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII), yang berpusat di Sukabumi. Sebagai salah satu organisasi pergerakkan Islam, PUI begerak dan beramal di bidang Pendidikan, Sosial dan Kesehatan Masyarakat, Ekonomi dan Dakwah. Bahkan kini telah merintis dibidang Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).

Perikatan Ummat Islam (PUI) merupakan organisasi yang pada awal didirikannya oleh K.H.Abdul Halim di Majalengka, Jawa Barat bernama Majlisul Ilmi (1911). Organisasi Majelisul Ilmi tumbuh dan berkembang melalui proses perjuangan yang penuh tantangan dan rintangan dari penjajah Kolonial Belanda. Dalam mencapai tujuannya organisasi ini terpaksa harus mengalami beberapa kali penyempurnaan dan pergantian nama.

Dengan penyempurnaan dimaksudkan untuk mendewasakan organisasi agar tahan uji terhadap tempaan zaman dan ujian hidup, sedangkan dengan pergantian nama, dimaksudkan di samping untuk menyesuaikan diri terhadap misi dan beban tanggung jawab yang harus dipikul, juga untuk menghindarkan diri dari intaian dan ancaman Pemerintah Kolonial Belanda. Demikianlah pada tahun 1912 Majlisul Ilmi menyempurnakan diri dan merubah nama organisasinya menjadi Hayatul Qulub yang berarti menghidup-hidupkan hati. Setelah peristiwa aksi pemogokan buruh pabrik gula di Majalengka, dalam rangka melawan penindasan penguasa Belanda, Hayatul Qulub makin diawasi dan dicurigai Belanda. Kemudian, antara lain atas anjuran HOS Cokroaminoto, perhimpunan Hayatul Qulub dirubah dan diganti, namanya menjadi Persyarikatan Oelama (PO) pada tahun 1916.

Dengan sengaja ulah dan tipu daya Belanda Persyarikatan Oelama (PO) pun mendapat rongrongan dari pihak penjajah, bahkan dari teman seiring K.H.Abdul Halim sendiri yang telah kena hasut dan pengaruh dari aparat pemerintah Belanda.

Mereka menfitnah bahwa pendidikan/sekolah yang didirikan PO itu adalah sekolah kafir, karena bentuk dan sistemnya seperti sekolah yang diadakan oleh Belanda, yaitu pendidikan dengan sistem kelas dengan duduk di bangku dan menghadap meja serta papan tulis. Tidak hanya itu para ulama yang tidak senang terhadap perkembangan PO juga menyebarkan isu kepada masyarakat luas, bahwa organisasi PO itu bukan untuk dan milik rakyat awam, tetapi khusus untuk dan milik para ulama. Jadi bagi kita yang bukan ulama tidak pantas dan tidak perlu ikut-ikutan masuk PO, kata mereka. Mereka menghasut masyarakat muslim agar tidak masuk PO. Terhadap fitnah tersebut KH.Abdul Halim tidak pernah menyerah. Beliau tetap pada keyakinannya, menerukan pembaharuan dalam bidang pendidikan.

Pada awal pendudukan Jepang organisasi-organisasi pergerakan yang pada tahun 1938 bergabung dalam MIAI (PO, AII, Muhamadiyah dan NU) dibubarkan oleh penguasa Jepang. Para ulama/pimpinan organisasi tersebut kemudian mendesak penguasa Jepang agar organisasi-organisasi mereka dibolehkan bergerak lagi. Beberapa bulan kemudian organisasi tersebut diizinkan oleh penguasa Jepang untuk melakukan kembali kegiatan-kegiatannya. Federasi MIAI pun diizinkan bergerak lagi dengan nama Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Sementara itu nama organisasi Persyarikatan Oelama diganti lagi menjadi Perikatan Oemmat Islam (POI), yang dengan perubahan ejaan Bahasa Indonesia sistem Soewandi (1974) menjadi Perikatan Ummat Islam (PUI).

Selanjutnya adalah sejarah Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) yang didirikan oleh KH.Ahmad Sanusi di Sukabumi, Jawa Barat. Seperti halnya Perikatan Ummat Islam, searah perjuangan PUI juga melalui proses perkembangan dan pergantian nama. Semula pada awal didirikannya organisasi perjuangan ini bernama “Al-Ittihadiyatul Islamiyah” disingkat AII. Pada masa pendudukan Jepang, AII sebagai anggota MIAI, mengalami proses seperti PO. Pada saat itulah AII berganti nama menjadi Persatuan Oemmat Islam Indonesia (POII) pada tahun 1942, dan berubah namanya pada tahun 1947 menurut Ejaan Soewandi menjadi PUII. Perjuangan PUII sejak awalnya secara prinsipil sama dengan PUI. Mengapa demikian?.

Kiranya patut kita pahami bersama, bahwa antara pimpinan PUI dan pimpinan PUII itu sebenarnya adalah satu guru dan satu ilmu. Mereka yaitu KH.Abdul Halim dan KH.Ahmad Sanusi, pada waktu yang bersamaan menuntut ilmu di Mekah, Saudi Arabia pada tahun 1908-1911. Mereka saling bersahabat dan saling bertukar pikiran, baik di bidang pendalaman ilmu, maupun pengalaman ilmunya kelak setelah kembali ke tanah air. Pada waktu di Mekah, mereka juga bertemu dan menjalin persahabatan karib dengan tokoh-tokoh pejuang Islam Indonesia lainnya, seperti KH.Mas Mansyur (Muhammadiyah) dan KH.Abdul Wahab (Nahdlatul Ulama).

Sekembalinya di tanah air, persahabatan mereka berlanjut. Mereka saling berkunjung dalam rangka lebih memantapkan cita-cita yang telah terukir dan digalang sejak di perantauan, yaitu cita-cita untuk menggalang persatuan dan kesatuan ummat Islam Indonesia, mereka anggap sebagai tulang punggung wawasan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Setelah mereka masing-masing memimpin PO dan AII, frekuensi pertemuan mereka semakin tinggi dan efektif. Sejak KH.Abdul Halim (PO) diundang oleh KH.Ahmad Sanusi untuk memberikan ceramah pada Muktamar AII di Sukabumi pada bulan Maret 1935, rencana realisasi cita-cita tentang terciptanya persatuan dan kesatuan ummat Islam Indonesia semakin kongkret. Kedua ulama beserta seluruh anggota masing-masing bertekad bulat untuk saling melebur organisasi mereka, guna mewujudkan cita-cita bersama.

Kemudian pada berbagai kesempatan, betapapun sibuknya mereka sebagai wakil-wakil rakyat dalam Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang dalam bahasa Jepang nya disebut Dokuritsu Zyumbi Choosakai, mereka menyempatkan diri untuk menyusun rencana teknis pelaksanaan fusi dari kedua organisasi mereka.

Rencana mengenai nama bentuk organisasi hasil fusi yaitu Persatuan Ummat Islam, rancangan (konsep) kepengurusan, waktu serta tempat diadakan fusi, dan lain-lain telah disepakati bersama. Tetapi ditakdirkan sebelum upacara fusi dilaksanakan, KH.Ahmad Sanusi dipanggil oleh Allah SWT. Beliau wafat tahun 1950. sesuai dengan wasiat beliau kepada keluarga dan pengurus PUII agar pelaksanaan fusi secepatnya direalisasi, maka pada tanggal 5 April 1952 bertepatan dengan 9 Rajab 1371 H. PUI dan PUII berfusi menjadi Persatuan Ummat Islam (PUI). Kemudian dinyatakan sebagai “Hari Fusi PUI”.

Pendiri-pendiri PUI tersebut yaitu KH.Abdul Halim, KH.Ahmad Sanusi dan Mr.Syamsuddin, berkat jasanya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, dianugerahi Bintang Maha Putera Utama, berdasarkan No.048/TK/Tahun 1992 tanggal 12 Agustus 1992.
Read More ..

INTISAB PUI



بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِـيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلهَ إِلاَ اللهَ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah
Dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah


اللهُ غَايَتُنَا وَاْلإِخْلاَصُ مَبْدَئُوْنَا
Ikhlas dasar pengabdian kami Allah tujuan pengabdian kami

وَاْلإصْلاَحُ سَبِيْلُنَا وَالْمَحَبَّةُ شِعَارُنَا

Cinta lambang pengabdian kami Perbaikan jalan pengabdian kami

نُعَاهِدُاللهَ عَلىَ الصِّدْقِ وَالإِخْلاَصِ وَالْيَقِيْنِ
وَطَلَبِ رِضَى الله فِي الْعَمَلِ بَيْنَ عِبَادِهِ بِاالتَّوَكُّلِ عَلَيْهِ


Kami berjanji pada Mu ya Allah untuk berlaku benar, ikhlas,
Tegas dan mencari ridha Mu dalam beramal terhadap
hamba-hamba Mu Dengan bertawakal pada Mu

بِسْـمِ اللهِ الرَّ حْمنِ الرَّحِـيْمِ

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih
lagi maha penyayang

بِسْـمِ اللهِ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِا اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ

Dengan menyebut nama Mu ya Allah, tidak ada pada kami ini
daya dan Tidak ada pada kami ini kekuatan
kecuali atas kuasa Mu juga

اللهُ اَكْبَرُ

Allah Maha Besar
Read More ..

PUI SAMBUT ULTAH KE-SEABAD-NYA


Tak terasa, kehadiran Majlis Ilmi pada 1911 di Majalengka yang menjadi cikal bakal berdirinya Persatuan Ummat Islam (PUI), salah satu ormas Islam terbesar di Jawa Barat telah memasuki usia satu abad. Kiprah dan peran PUI dan tokoh-tokoh pendirinya selama masa-masa merebut kemerdekaan RI telah nyata dirasakan oleh masyarakat, khususnya di Jawa Barat. Tidak mengherankan, bila pendiri PUI KH Abdul Halim, ulama pituin Sunda dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono.

Menurut Ketua Umum PP PUI H Ahmad Heryawan Lc, dalam siaran persnya yang diterima RAKA, Jumat (24/7), kehadiran ulama selalu diperlukan pada setiap zamannya. Kenyataan ini tambah Gubernur Jawa Barat ini, bahwa bukan hanya dalam rangka perubahan sosial, ulama berperan penting bagi bangsa Indonesia. "Bahkan sejak masa kemerdekaan kita sudah mengakui, ulama memiliki peran heroik dalam menggelorakan semangat perjuangan melawan penjajah," ungkap Heryawan.

PUI lahir sebagai hasil fusi (penyatuan) dua organisasi besar yakni Perikatan Ummat Islam (PUI) pimpinan KH Abdul Halim yang berpusat di Majalengka dan Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) pimpinan KH Ahmad Sanusi yang berpusat di Sukabumi.
Kedua ulama besar itu mendeklarasikan Persatuan Ummat Islam (PUI) di Bogor pada 5 April 1952. Ormas hasil fusi ini kemudian melakukan kegiatannya di sejumlah bidang, yaitu pendidikan, sosial, kesehatan masyarakat, ekonomi dan dakwah. Bahkan ormas ini sekarang telah merintis kegiatan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).

Sejak awal berdiri, PUI mengampanyekan arti pentingnya persatuan dan kesatuan antara sesama umat (wahdatul ummah) dan antar komponen masyarakat Indonesia. Ketua PP Pemuda PUI yang juga Ketua Panitia 'Menyongsong Satu Abad PUI' Nur Hasan Zaidi mengungkapkan, memasuki usianya yang ke-100 ini, akan menjadi momentum bagi Ormas Islam terbesar di Jawa Barat ini untuk tetap melakukan introspeksi sekaligus mendesain ulang peran yang lebih tepat dengan semangat zaman demi kemaslahatan umat Islam dan bangsa Indonesia satu abad ke depan, khususnya kiprahnya di bidang pendidikan.

Lembaga pendidikan yang dimiliki PUI itu mulai tingkat Raudlatul Athfal (RA/TK), Madrasah Ibtidaiyah dan yang sederajat, Madrasah Tsanawiyah atau SLTP, dan Madrasah Aliyah atau SLTA sampai Perguruan Tinggi. "PUI akan terus memantapkan perannya khususnya dalam upaya pencerdasan bangsa. Saat ini, PUI memiliki lebih dari 2000 sekolah di seluruh Indonesia dan 1.400 di antaranya berada di Jawa Barat" jelas Nur Hasan.

Nur Hasan, yang juga caleg terpilih DPR RI dari PKS ini menjelaskan, saat ini anggota PUI tersebar di seluruh Nusantara seperti di Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Lampung, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Aceh, Riau, Bengkulu, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan dan Bali.

Dalam rangka mensyukuri nikmat-Nya, PUI akan menggelar acara 'Menyongsong Satu Abad PUI' yang akan dilaksanakan pada Ahad, 26 Juli 2009 di Graha Bhayangkara, Jalan Cicendo No. 329 Bandung. Orasi "Menyongsong Satu Abad PUI" akan disampaikan oleh H Ahmad Heryawan Lc, Ketua Umum PUI yang juga Gubernur Jawa Barat. (eko)
Read More ..

3 SYARAT KEBANGKITAN PUI

Oleh; H. Ahmad Heryawan, Lc. (Ketua Umum PP PUI)

Persatuan Ummat Islam (PUI) harus terus berbenah diri. Kita harus menunjukkan bahwa kita mampu bangkit, untuk memberikan investasi amal terhadap reformasi kebangkitan Islam Indonesia yang terus bergulir. Untuk kebangkitan itu, kita harus memiliki tiga syarat sebagai berikut: Pertama, Matanatul Jama’ah (Soliditas Organisasi). Sebagai jamaah gerakan dakwah, PUI memiliki tujuan membentuk pribadi Muslim, rumah tangga Islami, dan terwujudnya tatanan Islam dalam kehidupan masyarakat untuk menuju peradaban dunia yang diridhai Allah SWT (Anggaran Dasar PUI). Artinya, PUI sebagai entitas gerakan dakwah cukup jelas dalam tahapan tujuannya, yakni dalam mewujudkan jamaan dan masyarakat, tidak mungkin eksis tanpa ada komitmen dari pribadi dan keluarga besar kader PUI. Soliditas jamaah sangat tergantung pada perwujudan komitmen pribadi kader PUI, karena komitmen pribadi kader PUI adalah bangunan awal untuk membangun soliditas jamaah.

Salah satu sebab utama kegagalan dan keterlambatan kaderisasi PUI adalah kurang pedulinya anak-anak muda dan keluarga besar PUI dalam aktivitas amaliah PUI. Untuk itu, bila PUI ingin bangkit, maka hendaknya para orangtua “mewakafkan” anak-anak mudanya itu untuk ikut serta dalam amal jama’i di PUI. Sebagaimana para sahabat berlomba-lomba mewakafkan anak-anaknya dalam dakwah dan jihad bersama Rasulullah Saw. Untuk itu, PP PUI mempunyai agenda prioritas, yaitu mendorong Himpunan Mahasiswa PUI bersama Pemuda PUI untuk secara intensif melakukan kaderisasi.

Kedua, Hayawiyatul Harakah (Dinamika Gerakan). Dinamika gerakan dakwah PUI sangat terkait dengan kemampuan manajerial. Karena itu, pengurus yang dibutuhkan bukan sekadar modal semangat, tapi juga terpenting adalah memiliki keterampilan manajemen dakwah. Ketua Dewan Pembina PUI, Ahmad Rifa’i, mengistilahkannya dengan “ulama-manajer”. “Pimpinan PUI ke depan bukan hanya memiliki kriteria ulama, tapi juga memiliki kriteria manajer,” tegasnya. PUI harus memiliki pemahaman fikih dakwah (manajemen dakwah) dengan baik sehingga dinamika gerakan dakwahnya terjaga dari “ketergelinciran” dan kejumudan.

Ketiga, Intajiyatul ‘Amal (Produktivitas Amal). PUI telah menetapkan khittah amaliahnya, yaitu Ishlahuts Tsamaniyah (delapan pokok perbaikan: akidah, tarbiyah, ibadah, ekonomi, tradisi, keluarga, masyarakat, dan umat). Delapan pokok perbaikan itu menjadi “bahan baku” produk amal. Produktivitas amal sangat tergantung pada kreativitas kader dalam memahami dan mengimplementasikan khittah amaliah Ishlahuts Tsamaniyah PUI ke dalam program-program kerja.

Kita harus dapat menjabarkan secara rinci dan jelas khittah amaliah itu. Selama ini, PUI belum banyak melakukan aktualisasi khittahnya sesuai dengan kebutuhan zaman. Mudah-mudahan tiga lembaga tinggi PUI –Pimpinan Pusat, Dewan Pembina, dan Dewan Pakar—mampu segera menghadirkan program kerja amal yang segar, aplikatif, dan sesuai dengan kebutuhan PUI dan umat Islam secara keseluruhan.

PUI harus mulai berani merekonstruksi format gerakan tarbiyah dan dakwahnya sesuai dengan tuntutan zaman. Pendidikan dan dakwah mendatang perlu melebarkan sayapnya secara konkret pada dua aspek, yaitu aspek kaderisasi internal dan dakwah massal. (Sumber: Revitalisasi Peran PUI dalam Pemberdayaan Ummat, PW PUI Jabar).

Read More ..